Terdapat
perbedaan antara berbagai tempat transmisi kolinergik dalam hal
arsitektur umum, mikrostruktur, distribusi AChE dan faktor temporal yang
berperan dalam fungsi normal. Pada otot rangka, tempat transmisi
merupakan bagian kecil dari permukaan masing-masing serabut otot yang
letaknya terpisah satu sama lain, Sebaliknya, di ganglion servikal
superior terdapat kira-kira 100.000 sel ganglion dalam ruang yang hanya
beberapa mm dengan serabut prasinaps dan pascasinaps membentuk anyaman
yang rumit. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa terdapat perbedaan
ciri spesifik di antara berbagai tempat transmisi.
1. Otot rangka. lkatan ACh dengan
reseptornya akan meningkatkan permeabilitas membran pascasinaps terhadap
ion Na⁺ dan K⁺ sekaligus, sehingga terjadi influks Na⁺ dan efluks K⁺.
Setiap molekul ACh menyebabkan keluar masuknya 50.000 kation. Proses ini
merupakan dasar terjadinya potensial lempeng saraf (EPP, end-plate
potential) yang mencapai -15 mV pada end-plate. EPP akan merangsang
membran otot disekitarnya dan menimbulkan potensial aksi otot (MAP,
muscle action potential), yang kemudian diikuti kontraksi otot secara
keseluruhan.
Setelah denervasi saraf motorik otot
rangka atau saraf pascaganglion otonom, dibutuhkan transmitor dalam
ambang dosis yang jauh lebih rendah untuk menimbulkan respons: fenomen
ini disebut supersensitivitas denervasi. Pada otot rangka hal ini
disertai dengan meluasnya penyebaran kolinoseptor ke seluruh permukaan
serabut otot.
2. Efektor otonom. Berbeda dengan
keadaan di otot rangka dan saraf, otot polos dan sistem konduksi di
jantung (nodus SA, atrium, nodus AV dan sistem His-Purkinje)
memperlihatkan aktivitas intrinsik elektrik maupun mekanik, yang diubah
tapi tidak ditimbulkan oleh impuls Saraf.
Pada otot polos usus yang terisolasi,
pemberian ACh 10⁻⁷ – 10⁻⁶ M menurunkan potensial istirahat (menjadi
kurang negatif) dan meningkatkan frekuensi potensial aksi. disertai
peningkatan tegangan. Dalam hal ini, ACh melalui reseptornya menyebabkan
depolarisasi parsial membran sel dengan cara meningkatkan konduktivitas
(conductance) terhadap Na⁺, dan mungkin Ca⁺⁺.
Pada sel efektor tertentu yang dihambat
oleh impuls kolinergik, ACh menyebabkan hiperpolarisasi membran melalui
peningkatan permeabilitas ion K⁺.
Selain pada ujung saraf pascaganglion
parasimpatis, ACh juga dilepaskan oleh saraf pascaganglion simpatis yang
mempersarafi kelenjar keringat. Respons perangsangan kolinergik di
berbagai efektor otonom dapat dilihat pada Tabel 2-1.
3. Ganglion otonom dan medula adrenal. Transmisi impuls di ganglion cukup rumit.
Medula adrenal secara embriologik
berasal dari sel ganglion simpatis sehingga organ ini dipersarafi oleh
saraf praganglion simpatis yang merupakan bagian dari saraf splanknikus.
Saraf pascaganglionnya sendiri mengalami obliterasi, Sekresi hormon
epinefrin oleh sel medula adrenal dirangsang oleh ACh. Berbeda dengan di
sambungan saraf-efektor, di medula adrenal NE hanya merupakan bagian
kecil dari seluruh transmitor yang disekresi; sebagian besar berupa
epinefrin.
4. Susunan saraf pusat. ACh berperan
dalam transmisi neurohumoral pada beberapa bagian otak, dan ACh bukan
satu-satunya transmitor dalam susunan saraf pusat.
Kerja ACh pada membran prasinaps. Adanya
kolinoseptor pada membran prasinaps terlihat dari terjadinya potensial
aksi antidromik pada saraf motorik setelah pemberian ACh atau anti- ChE,
yang dapat diblok dengan kurare. Walaupun inervasi kolinergik pada
pembuluh darah terbatas, agaknya terdapat reseptor kolinergik di ujung
saraf adrenergic yang mempersarafi pembuluh darah. Diduga aktivasi
reseptor ini menyebabkan berkurangnya penglepasan NE ada perangsang saraf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar